Kaum “Eta”, Sisi Gelap Masyarakat Jepang PART 2

2. Kaum “Kawaramono” (kering, orang sungai)

Beberapa orang buangan juga disebut “kawaramono” (kering, orang sungai) karena mereka tinggal di sepanjang tepi sungai yang tidak bisa diubah menjadi sawah.

3. Kaum “Burakumin” (orang-orang pemukiman kecil)

“Burakumin” adalah sebutan untuk orang Jepang yang merupakan keturunan kaum terbuang, terutama “Eta”, “Hinin” dan “Kawaramono”. Secara harafiah “Burakumin” berarti “Orang-orang pemukiman kecil” dimana hal ini merujuk pada pemukiman kaum “Eta” yang terpisah dari kasta lain dalam masyarakat feodal.


Istilah “Burakumin” ini secara de jure (legal) ada hingga dihapuskannya sistem kasta di tahun 1871 seiring semangat persamaan di Era Restorasi Meiji (mulai 1869), namun secara de facto hingga sekarang diskriminasi terhadap “Burakumin” masih ada.

Diskriminasi terhadap “Burakumin” masih berlaku hingga sekarang walau tersamar :

- Dalam daftar warga ditulis “kyu-eta” (mantan “eta”), lalu diganti “shin-heimin” (warga baru) dan
   terakhir pada 1900-an “tokushu-buraku” (pemukiman khusus). Sekarang sudah tidak dipakai lagi.
- Diskriminasi dalam pekerjaan. Walau saat ini keturunan “burakumin” bisa bekerja dimana saja, namun
  posisi jabatan yang tinggi tidak bisa mereka duduki.
- Diskriminasi dalam pernikahan. Yang paling toleran adalah wilayah Kansai (kecuali Osaka, Kyoto, Hyogo. 
  Dan di Hiroshima). Keluarga kolot tidak memperbolehkan anak mereka menikah dengan keturunan   
 “burakumin”. Menyewa jasa penyelidikan asal-usul adalah hal biasa di Jepang, walau sekarang adalah hal 
  ilegal. Di Kansai saat ini 60%-80% keturunan “burakumin” menikah dengan “non-burakumin”. Pada 
  tahun 1960-an hanya 10%.
- Tetapi di Osaka, Kyoto, Hyogo dan Hiroshima, stigma masih ada. “Burakumin” dianggap biang 
  kemelaratan, pengangguran dan kriminal.
- Anggota Yakuza, 60% adalah “Burakumin” menurut pengakuan seorang mantan anggota intelijen Jepang 
  Mitsuhiro Sugnuma. Anggota Yamaguchi-gumi (Yakuza terbesar) 70% nya adalah “Burakumin”
  menurut David E. Kaplan dan Alec Dubro dalam bukunya Yakuza: The Explosive Account of 
 Japan’s Criminal Underworld (Reading, Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Co., 1986.
- Penyebab diskriminasi “Burakumin” yang sampai saat ini masih digunakan adalah registri keluarga 
  Jepang  (koseki). Hukum Jepang mengharuskan semua rumah tangga Jepang untuk melaporkan kelahiran, 
 pengakuan dari ayah, adopsi, gangguan dari adopsi, kematian, pernikahan dan perceraian warga Jepang ke 
 otoritas lokal mereka, yang mengkompilasi catatan tersebut mencakup semua warga negara Jepang dalam 
 yurisdiksi mereka.



Pernikahan, adopsi dan pengakuan dari ayah menjadi hukum yang efektif hanya bila peristiwa tersebut dicatat di koseki tersebut. Kelahiran dan kematian secara hukum menjadi efektif karena terjadi, tetapi peristiwa tersebut harus diajukan oleh anggota keluarga.

Nah dalam Koseki ini tercantum juga asal usul warga negara hingga ke jaman feodal dulu. Sehingga setiap orang bisa dirunut berasal dari garis keturunan kasta apa sebenarnya. Hukum Jepang sekarang melarang orang selain empunya dan pemerintah untuk mengakses data ini.


Ditahun 1975, sempat beredar daftar dalam buku Tokushu Buraku Chimei Soukan (Daftar Komprehensif Nama Daerah Buraku) dan dijual dengan harga antara 5.000 hingga 50.000 yen. Umumnya, pembelinya adalah keluarga kolot dan perusahaan-perusahaan. Kabarnya termasuk perusahaan besar seperti Toyota, Nissan, Honda dan Daihatsu. Sekarang sudah dilarang beredar.

Karena penyelidikan melalui Kouseki dan Buku Tokushu tadi sudah dilarang, sekarang keluarga dan perusahaan yang masih kolot diam-diam menyewa jasa penyelidikan asal-usul (walau ini juga kegiatan ilegal) dengan biaya yang mahal demi menghindari memilih buraku menjadi menantu keluarga atau pejabat perusahaan.

Sumber : Beritaunik

0 Response to "Kaum “Eta”, Sisi Gelap Masyarakat Jepang PART 2"

Posting Komentar